Berikut
ini saya perturunkan Petikan Daripada Buku Kecil, “Transkrip Temu Bual
Dr. Pramudya Ardanta Taufik dan Pramoedya Ananta Toer Bersama A.M. Azahari
Mahmud, Ketua Umum Parti Rakyat Brunei (PRB): Satu Pencerahan” buat
bacaan dan kajian pencinta sejarah, khususnya di negara Brunei Darussalam.
Untuk penerbitan pertama ini saya muat naik Bahagian 1 - 5 dahulu, diikuti Bahagian 6 -10 akan dimuat naik pada penerbitan kedua, dan Bahagian 11 - 16 (Akhir) akan dimuat naik pada penerbitan ketiga.
( Temu bual pada 19 Mac 1997, di Komplek
Goodyear, Blok B14,
Sindang
Barang, Bogor, Jawa Barat, Indonesia )
“The past year has been a memorable
one for many reasons. Politically, great interest has been evoked by the
prospects of my proposals for a new Constitution for Brunei, marking a further
stride towards the achievement of a modern democratic State.”
Petikan daripada Perutusan Kebawah
DYMM Sultan Omar Ali Saifuddien Sempena Krismas 1957 dan Tahun Baru, The Borneo
Bulletin, Vol. 5 No. 51.
BAHAGIAN
1
Tiada Niat Untuk Menderhaka
Pramudya
Ardanta Taufik (PAT)[1]
memulai temu bual dengan bertanyakan sama ada A.M.
Azahari mengenali Nur Misuari.[2]
A.M.
Azahari (AMAZ): (Pertemuan
kali pertama dengan Nur Misuari 1962 di Manila)….... Sebut nama saya,
bilang saya kirim salam sama dia dan mudah-mudahan dia tidak lupa. Dia akan
cerita kepada Pak Pram.
PAT:
Nur
Misuari?
AMAZ:
Nur Misuari. Itu lama berbicara dengan saya.
AMAZ:
Pak Pram sudah kenal dengan dia cuba tanya dengan dia. Kenal tidak sama
manusia, seorang hamba Allah yang menjadi korban dari cita-citanya yang bernama
Azahari. Iaitu pemimpin Partai Rakyat Brunei (PRB) yang (dia) pernah ketemu dengan (saya).
AMAZ: Bilangkan sama
dia, saya tidak pernah lupa kepada dia. Cubalah bapak
tanya sama dia, bagaimana saya punya pendirian, bagaimana cara saya berfikir?
AMAZ:
Waktu saya pidato di Filipina, di University of the East, di Manila tahun 1962
waktu itu dia masih student. Student Sarjana Hukum. Waktu itu saya diminta oleh
Pelaez[3]
dan oleh Macapagal[4]
untuk memberikan pidato.
PAT: Itu waktu tahun
berapa tu pak?
AMAZ:
Tahun 62. (20 November, 1962)
AMAZ:
Dia (Nur Misuari) cerita dengan saya (mengingat kembali ketika kesempatan
ketemu Nur Misuari 1975 di Libya), waktu saya pidato di University of the East
(20 November 1962), saya masih student katanya.
AMAZ:
Saya kasi nasihat, saya bilang, “Mr.
Misuari, you will never achieve your political struggle, you know?”, saya
katakan. “Tidak ada sebuah negara pun akan membantu you, kalau you punya
politik anti-cession.”[5]
PAT:
Maksudnya anti-cession itu apa?
AMAZ:
Ertinya mahu pecah dari Filipina. Jadi katanya, “What is best for us to do?”
Saya katakan begini, kau berjuanglah terus...tetapi jangan anti-cession
(secession). Kau tetap menginginkan, (berada) dalam negara Filipina, tetapi
kau menuntut full autonomy. Autonomy dalam administration,
autonomy dalam finance, autonomy dalam education, autonomy
dalam immigration, dan militer.
PAT:
Kalau dalam militer bererti sudah berdaulat kan pak?
AMAZ:
Ya, maksud saya (itu juga) full autonomy.
PAT: Full
autonomy, termasuk militer?
AMAZ:
Termasuk security - internal security, yang sekarang dijalankan ini.
Sekarang kan internal security sudah di(pertanggungjawabkan bersama). […….].
Sebahagian dari tentera mereka (MNLF) bergabung dengan tentera pusat.[6]
AMAZ:
Dan kalau ketemu Zaini[7], boleh tanya sama Zaini benarkah saya
dengan Zaini dengan Yasin Affandy[8]
pernah didatangi oleh Misuari (di Libya 1975). Dan (benarkah) nasihat saya itu.
AMAZ:
Jadi kawan-kawan sudah berhasil semua, tapi saya sampai sekarang (ketawa), nggak balik ke kampung
halaman pak.
PAT:
Saya rencana memang mau ke sana pak (Filipina)...saya ada foto besar, saya mahu
serahkan kepada beliau (Nur Misuari). Waktu itu pertemuan kita itu di
pernikahan anaknya Pak Lukman Harun, salah satu ketua Muhammadiyah di sini. Dan
sekarang ini agak sedikit clash
dengan Amien Rais.
AMAZ:
(Walau pun) dia belum
sukses sepenuhnya. Tapi dia sekarang menguasai enam belas (empat) provinsi.[9]
PAT:
Profesor?
AMAZ:
Dia profesor. Dia educationnya di Universiti Manila of the East.
AMAZ:
(Ketika) Nur Misuari ketemu saya di Libya (1975). Dia datang dengan lapan orang
kawan-kawannya, ketemu saya di hotel Libya.
PAT: Di Libya?
AMAZ: Di Libya. Libya
yang kuat membantu dia.
PAT: Pada waktu itu
Libya belum Muammar Ghaddafi ya?[10]
AMAZ: (Sudah) Muammar
Ghaddafi.
PAT:
Kalau waktu ketemu dengan beliau itu?
AMAZ:
Dengan (Nur Misuari) ini belum lama (tahun 1975) sudah dekat-dekat saya mau ke
PBB.[11]
BAHAGIAN
2
Sokongan Tun Abdul Razak/Malaysia[12]
AMAZ:
Dengan Tun Razak itu bukan main dekat dengan saya, itu dia membantu saya. Jadi
saya dari Indonesia terbang dulu ke Malaysia, ke Kuala Lumpur. (1974, sebelum
lobi ke Timur Tengah dan ke PBB)
AMAZ:
Dari Indonesia (Kuala Lumpur), saya ke Karachi. Dari Karachi saya ke Mesir,
contact dengan duta besar Libya untuk mendapat visa. Dari Mesir saya balik lagi
ke Pakistan, ke Karachi. Dari Karachi langsung ke Libya non stop.
PAT:
Bapak waktu pergi ke sana (Libya) pakai pasport apa?
AMAZ:
Pakai pasport Malaysia. Kerana hubungan saya dengan Tun Razak itu sangat dekat.
(Sebelum itu) Dengan Perdana
Menteri Tunku Abdul Rahman[13]
juga dekat sekali.
AMAZ:
Tahun 74 atas bantuan Tun Razak[14],
kan sudah dia Perdana Menteri, dia kirim utusan Tun Rahman (Tun Dato Patinggi Haji
Abdul Rahman Yaakub), Ketua Menteri Sarawak
waktu itu mengundang saya ke Kuala Lumpur.[15]
Dari Kuala Lumpur dia bantu saya untuk ke PBB.
Pramoedya
Ananta Toer (PRAM)[16]:
Lelah pak?
AMAZ: Oh
nda...Kita orang pejuang ini pak...kalau semangat itu masih tetap utuh. Cuma
satu, saya itu...mudah-mudahan tidak akan menjadi pengkhianat.
BAHAGIAN
3
PRB Dan Konfrontasi
PRAM:
Saya
mengerti mengapa Bung Karno bikin kempennya anti projek Malaysia itu.[17] Itu dimulai tahun 63. Dari 63 sampai 64, Inggeris itu
melanggar perbatasan (Indonesia) lebih seratus kali dan menyerang. Jadi panas
tu Bung Karno. Lantas provokasinya lain, armadanya mau melewati selat Bali itu,
sehingga pilot-pilot muda itu akan […….] kalau betul diteruskan.
PRAM: Lantas Inggeris
minta pada […….] supaya tidak menyiarkan berita ini, kami (Inggris) tidak jadi
melewati selat Bali tapi jangan diumumkan […….] Saya tidak ingat tahunnya
itu.
AMAZ: Kan itu waktu
tahun 62?
AMAZ: Jadi rupanya
British meyeludup untuk menghancurkan pejuang-pejuang Brunei dan untuk
menghancurkan saya. Kerana saya, tahun 62 itu berada di Filipina. Kan
tahun 62, 63 awal, kan Bung Karno minta supaya saya datang ke Indonesia.
PAT:
Kemudian keterlibatan Indonesia itu dalam membantu pihak pemberontakan
Kalimantan Utara, itu di mana […….] nya?
AMAZ:
Ini begini pak, itu sepasal lagi. Saya ini kan terkenal di Indonesia ini, yang
ikut dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dan tahu saya punya komandan
almarhum Sambas Atmadinata waktu menteri federal. Saya kan kenal Jeneral
Nasution[18],
kalau Subandrio[19]
saya belum kenal.
PAT:
Kan Indonesia datang ke Kalimantan Utara itu kan membantu pihak Kalimantan
Utara untuk merebut itu?
AMAZ:
Itu volunteers. Sebetulnya yang membantu itu Jeneral Nasution.
Sebenarnya tujuan itu baik, bukan untuk siapa-siapa, tapi untuk kepentingan
anti kolonial. Cuma yang […….] ini Pak Bandrio…. kan saya cerita, waktu
persoalan konfrontasi timbul kan sudah saya ceritakan sampai saya menentang
Bung Karno.[20]
Sebetulnya mahu membantu kita itu dari Bung Karno pada (melalui) Jeneral Nasution.
PAT: Sepengetahuan
saya ni maaf pak ya. Sepengetahuan saya, konfrontasi
Malaysia-Indonesia itu adalah untuk menghalangi masuknya kolonialis imperialis.
PAT:
Sekarang keterlibatan Indonesia di dalam membantu terjadinya, terciptanya
Negara Kalimantan Utara, peran bapak di situ bagaimana?
AMAZ:
Saya sebagai pimpinan. Kerana saya yang dikenal. Bung Karno kenal saya kerana
saya membantu Indonesia. Itu sebabnya mereka itu balas bantu. Tapi tidak sama
sekali mahu mengganggu apa-apa soal Kalimantan Utara, sebab saya minta soal
Kalimantan Utara adalah soal kami.
AMAZ:
(Itu
syarat jika) Indonesia, kalau mahu
membantu kami, itu terakhir dalam perjumpaan saya dengan almarhum Bung Karno.
PAT:
Terakhir?
AMAZ:
Terakhir. Adanya (hadir sama) Pak Bandrio, almarhum Ahmad Yani[21],
Pak Sambas Atmadinata, Ahmad Zaidi[22]
yang sekarang Gabenor...Yang di-Pertua (Negeri) Sarawak, itu ikut itu. Jais
Abas[23]
ada sekarang di Jakarta. Iskandar Kamil, (Ibrahim Yaakob)[24],
kolonel itu, dan saya.
PAT:
Terakhir itu?
AMAZ:
Terakhir.
PAT:
Tahun berapa?
AMAZ:
Tahun 64, sebelum kita ke Aljazair.
PAT:
Bulan apa?
AMAZ:
Kalau nggak salah, bulan Juni mungkin.
PAT:
Jadi sebelum Juni, tahun 64?
AMAZ:
64. Di situ (dalam pertemuan) dengan Bung Karno, Ahmad Yani nyeletuk.[25]
Sekarang Pak Azahari, apa yang Pak Azahari perlukan?
AMAZ:
Saya bilang, saya minta Jeneral, 3500 military outfit complete, dengan
tujuh garis peluru. Saya akan masuk sendiri ke Kalimantan Utara untuk memimpin
komando gerakan gerila.[26]
AMAZ:
Ahmad Yani bilang, saya akan beri… akan bantu Bung Azahari. Nyeletuk Pak
Bandrio, “ni Bung Azahari bagaimana? Apa Bung Azahari dapat memberikan
pernyataan dan berjanji di hadapan Paduka Yang Mulia Presiden? Bahawasanya
senjata-senjata yang akan diberikan kepada Bung Azahari itu tidak akan jatuh ke
tangan DI/TII?”[27]
AMAZ:
Jadi soal DI/TII dibawa-bawa...(ketawa) Itukan lucu?
AMAZ:
Tapi bagaimanapun, Ahmad Yani memberikan bantuan melalui Ahmad Zaidi, dia itu
Menteri Pertahanan. Ahmad Zaidi waktu itu Menteri Pertahanan Kalimantan Utara.
PAT:
Sekarang masih hidup?
AMAZ:
Sekarang jadi Yang di-Pertua (Negeri) Sarawak.
PAT:
Ahmad Zaidi itu?
AMAZ:
Ya, dia hadir waktu itu.
PAT: Waktu itu
pertemuannya di mana pak?
AMAZ: Di
Istana Negara.
AMAZ:
Begitu juga pertemuan dengan Pak Harto. Ahmad Zaidi ikut, Pak Jais Abas ikut.
Dengan Jeneral Satari[28] […….],
dengan seorang Kolonel dari […….].
PAT: Bertemu
dengan Pak Harto waktu dalam peristiwa itu juga?
AMAZ:
Tidak, waktu Pak Harto masa sudah Supersemar.[29]
PAT:
Kemudian kembali lagi pak ya, waktu terakhir bapak kata bapak ketemu dengan
Bung Karno itu tahun 64, dengan Pak Yani dengan Bandrio. Setelah Pak Yani
menyanggupi untuk memberi bapak bantuan persenjataan, kemudian dipotong oleh
Subandrio… Setelah itu apa implementasi selanjutnya?
AMAZ:
Saya nda tahu lagi, sebab itu sudah urusan pertahanan, pada Ahmad Zaidi, tak
tahu saya...
PAT:
Kata bapak kan bapak akan menerobos sendiri memimpin...
AMAZ: Ya
tetapi kenyataannya tidak.
PAT:
Tidak jadi?
AMAZ:
Kenyataannya semua itu (tidak terjadi) (kalau pun ada bantuan yang terhad dari
Jeneral Ahmad Yani, ia disalurkan) melalui Zaidi. Saya tidak campur lagi. Kan
kita waktu itu sudah dalam tingkat pemerintahan, tidak mungkin saya sebagai
Perdana Menteri waktu itu harus mencampuri soal pertahanan. Jadi (Menteri)
Pertahanan kita ada.
PAT: […….]
Banyak mungkin orang nggak tahu sejarah nya itu...kalau nggak terbuka begitu,
waduh bukan main itu sayang sekali itu...
AMAZ:
Saya tidak berdaya apa (untuk merakamkan sejarah perjuangan), tidak punya daya
apa-apa. Sebab saya terus terang saja selama ini saya tidak pernah mendapatkan financial
support, kecuali dari Datuk Harris[30],
Sabah. Itulah sebab saya bisa ada rumah ini. Kalau bukan sebab pertolongan
Allah melalui dia, saya tidak punya rumah.
BAHAGIAN
4
Seandainya Dibenarkan Kembali Ke Brunei
PAT:
Saya
mau tanya lagi....yang belum tuntas tadi jawapan bapak. Seandainya bapak
diizinkan ke Brunei, kemudian apa yang bapa lakukan di sana?
AMAZ:
Jadi saya pak sulit apa yang saya perkatakan (kemungkinan dapat kembali ke
Brunei).
PAT:
Mungkin ya, tapi nggak tau sekarang ini...apakah orang-orang generasi muda itu
ingat dengan bapak, perjuangan...atau sudah hilang? Biasanya di Indonesia,
pejuang-pejuang kadang-kadang nggak diingatkan oleh generasi muda.
AMAZ:
Nah, saya tu nggak tau pak...cuma baru-baru ini kawan saya kan ke Brunei. Dia
sudah balik sekarang. Dia cerita dengan saya bahawasanya kawan-kawan di Brunei
itu mengatakan kepada dia masih ada lima ribu di Kuala Belait dan Seria yang
masih setia kepada saya dan kepada Partai Rakyat. Ada lima ribu di Kuala Belait
dan Seria.
AMAZ:
Jadi
kedua, dari Brunei itu mengatakan perjuangan yang saya pimpin itu sampai
sekarang ini masih tetap kuat, bukan hanya golongan yang tua-tua, tapi yang
sekarang anak-anak muda, pelajar-pelajar sekarang semua.
AMAZ:
Dan
saya pernah kedatangan Pehin Jamil[31]
kemari bersama dengan rombongannya ada dari Universiti Brunei, ada daripada
Dewan Bahasa, dan ada beberapa orang anak muda.
AMAZ:
Waktu
sudah mau balik, Pehin Jamil sudah keluar...saya nggak tau itu anak muda, balik
masuk terus pegang dan cium tangan saya. Mereka tetap hormat, jadi kelihatan
rasanya kecintaan mereka kepada saya itu.
AMAZ:
Jadi
khabar itu bisa juga separuh saya terima benar, yang separuh apa, ya apa tidak.
PAT:
Kerana saya melihat secara real nya pak ya, negara Brunei sekarang kan
sudah boleh dikatakan, pembangunan sudah meningkat. Kemudian investasi daripada
Indonesia sudah ada masuk ke sana. Seperti air sihat, kemudian… […….]
AMAZ: […….]
sudah ada?
PAT: Ada
dengan […….]. Kemudian ada beberapa lagi […….] yang kerjasama dengan pemerintah
Indonesia, konstruksi dengan anaknya Pak Harto. Kalau misalnya sekarang ini
dikatakan bahawa negara Brunei itu sudah berdaulat, umpamanya dengan datangya
bapak sehingga ada pergolakan, tentunya dari pihak pemerintah nggak mau terjadi
begitu.
AMAZ:
Oh,
ya...
PAT:
Jadi itulah makanya apa yang saya katakan adakah nanti suatu move
terhadap kedatangan bapak, misalnya? Atau bapak ya sekadar untuk memberikan
suatu nasihat pada pemerintahan supaya bagaimana dalam menegakkan demokrasi?
AMAZ:
Saya
fikir nggak perlu itu. Mungkin kan begini...kan menteri-menteri Brunei sudah
cukup. Mereka itu semuanya expert, biarkan saja mereka berjalan apa yang
mereka fikir baik. Kalau saya itu sebagai orang tua, lebih baik banyak diam
saja.
AMAZ:
Yang
penting sama saya itu, saya sembuh sihat walafiat…
PAT:
…dan
menikmati masa tua, dan menikmati kedaulatan Brunei itu pak ya?
AMAZ: Ya
begitulah…
AMAZ:
Mudah-mudahan aja ertinya Brunei itu betul-betul negara yang sovereign,
tapi kalau sampai sekarang kan belum sovereign? Brunei itu sampai
sekarang maaf saja...itu penyerahan kedaulatan itu kan biasanya oleh British
dari Queen melalui High Commission, macam Malaysia kan Malaya diserahkan kepada
Tunku Abdul Rahman, sesudah ada pemilihan umum, adanya self government.
AMAZ:
Dari
self government itu prosesnya kepada penyerahan kedaulatan. Macam
Malaysia itu sudah sovereign. Nah, kalau Brunei sampai sekarang belum.
Sebab baginda berapa kali ke London itu dianggap macam orang biasa aja.
Biasanya kalau kepala negara dari negara Komanwel ini datang ke London itu
diterima oleh Queen.[32]
BAHAGIAN
5
Prinsip Yang Tidak Dapat
Digalang Ganti
AMAZ: Jadi sudah
sangat sulit kita, kalau kita mencari ‘the truth’ dari sesuatu
percaturan politik, sangat payah sekali. Umpamanya kalau saya sebagai manusia
yang kecil tidak taat setia kepada baginda (Sultan Brunei), tidak cinta kepada
takhta kerajaan Brunei, sekarang saya sudah jadi Perdana Menteri Malaysia.
AMAZ: Waktu itu saya
dan Partai Rakyat yang menentang Brunei masuk ke dalam Malaysia. Kita menentang
itu begini, Partai Rakyat Brunei yang saya pimpin menginginkan Kesatuan
Kalimantan Utara dulu (Sarawak, Brunei dan Sabah). Sesudah Kalimantan Utara
bersatu, dan British menyerahkan kemerdekaan kepada Negara Kesatuan Kalimantan
Utara dan mengangkat Seri Paduka Baginda Sultan Omar Ali Saifuddien waktu itu
menjadi raja di Kalimantan Utara.
AMAZ: Sudah itu adakan
pemilihan umum yang bebas dan demokratik. Pemerintahan
yang dibentuk sesudah pemilihan umum itu mengadakan perundingan dengan
pemerintahan Malaya.
AMAZ:
Waktu itu, dengan Tunku Abdul Rahman, saya diundang oleh Tunku ke Kuala
Lumpur...
PAT:
Tanggal apa pak?
AMAZ:
Itu saya lupa apa tanggalnya...ya Dalam tahun 62. Saya sudah sering
diundang...tapi yang ini khusus berunding dengan saya soal Malaysia dengan
Tunku Abdul Rahman.
PAT:
Bulannya?
AMAZ:
Nanti dulu...ini hampir-hampir saya mahu ke Filipina pak. Ya, antara kira-kira
bulan enam (Jun) atau bulan tujuh (Julai), sebelum pemilihan umum.[33]
PAT: Di
mana?
AMAZ: Brunei.
Sebelum pemilihan umum Brunei, saya diundang oleh Tunku ke Kuala Lumpur (awal
April 1962) kerana dia sebagai teman saya juga, sebagai teman baik...Tun Razak
juga sebagai teman baik.
AMAZ:
(Pada akhir Oktober 1962 berlangsung lagi pertemuan terakhir antara Tunku Abdul
Rahman dengan A.M. Azahari perbincangan khusus mengenai isu penyertaan Brunei
ke dalam Persekutuan Malaysia). Waktu (saya tiba) di residensi (kediaman rasmi
Perdana Menteri Malaya), saya langsung diterima (disambut) oleh Tunku. Malah
saya dipeluk, dibawa ke dalam tempat perundingan.
AMAZ: Di
situ hadir Datuk Sardon Jubir, waktu itu Menteri Telekom, Engku Ngah Ketua Perwakil
Malaya di PBB.
PAT: Bapak waktu itu
ditemani siapa?
AMAZ: Saya sendiri
saja pergi. Sebab Tunku menerima saya aja, mau berunding rahsia katanya.
AMAZ: Sudah saya
berada dengan Tunku, Tunku Abdul Rahman kasi tau sama Engku Ngah dan Datuk
Sardon Jubir (mereka ada waktu itu). Tunku bilang sama Datuk Sardon Jubir sama
Engku Ngah, “Awak berdua pergi keluar, aku nak runding dengan Encik Azahari.”
Pergilah Datuk Sardon Jubir dan Engku Ngah keluar.
AMAZ: Sudah itu Tunku
pun tanya sama saya, “Encik Azahari apa maunya supaya Encik Azahari dokong
Malaysia.”
AMAZ: Saya bilang
begini, saya nyatakan kepada Tunku, bahawasanya saya katakan patik ini adalah
rakyat Kebawah Duli Sultan Brunei. Saya bahasa dengan Tunku, begitulah kemahuan
saya.
AMAZ: Maka kewajipan patik
ialah mengembalikan kedaulatan raja patik di atas takhta di Kalimantan Utara.
Kerana menurut sejarah, Sabah Sarawak itu adalah daerah kerajaan Brunei. Maka
patik ingin supaya Tunku menghormati hak Diraja, hak Seri Paduka Baginda untuk
mengembalikan Sabah dan Sarawak menjadi satu dengan kerajaan baginda (sultan)
Brunei.[34]
AMAZ: Sesudah itu
Kalimantan Utara harus menjadi sebuah negara merdeka, dan Seri Paduka Baginda
DYMM Sultan Omar Ali Saifuddien secara rasmi diangkat menjadi raja di
Kalimantan Utara.
AMAZ:
Sudah itu adanya parlimen yang demokratik, maka membentuk pemerintahan
Kalimantan Utara. Sudah itu antara Malaya dan Kalimantan Utara (kerajaan Seri
Paduka Baginda) mengadakan perundingan.
AMAZ:
Nombor satu, soal kewangan. State revenue - itu boleh dirundingkan, tapi patik
percaya kalau terjadi Malaysia, Federal akan menerima paling banyak pun 20
persen daripada state revenue.
AMAZ:
Kedua, soal politik. Federal harus menerima 40 persen anggota parlimen dari
Kalimantan Utara untuk menjadi anggota parlimen federal.
AMAZ:
Ketiga, internal security di bawah kedaulatan Seri Paduka Baginda.
Soalan diplomatik minta 40 persen dari diplomat-diplomat harus dari Kalimantan
Utara, 60 persen dari federal.
AMAZ:
Ekonomi, dikuasai sendiri oleh Kerajaan Seri Paduka Baginda.
AMAZ: Immigration
harus dikuasai juga oleh kerajaan Kalimantan Utara, tidak akan membebaskan
siapa saja masuk, harus menurut prosedur.
AMAZ: Nationality
juga diputuskan oleh undang-undang dan kerajaan dari Seri Paduka Baginda DYMM
Sultan Brunei.[35]
AMAZ:
Tunku Abdul Rahman bilang sama saya, “Baiklah Encik Azahari, beri saya waktu
berfikir 17 hari. Nanti saya akan jawab atas you punya usul.”
AMAZ:
Saya bilang, “Tunku, patik tunggu.” Saya balik ke
Brunei.
Dr. H. Pramudya Ardanta Taufik, SE Dekan
Fakultas Ekonomi Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta. Meminati sejarah perjuangan
kemerdekaan Brunei.
2 Nur Misuari (lahir 1939), pejuang dan ahli politik
bangsa Moro. Beliau mengasaskan dan mengetuai Moro National Liberation Front
(MNLF) yang ditubuhkan pada 1972.
3 Emmanuel Pelaez (1915-2003), Naib Presiden Filipina dari
1961 hingga 1965.
4 Diosdado Macapagal (1910-1997), Presiden Filipina dari
1961 hingga 1965.
5 Istilah yang tepat dalam konteks ini ialah secession.
6 (i) Sebahagian tentera MNLF diserapkan ke dalam pasukan
tentera Filipina sebaik perjanjian damai MNLF - Manila dimeterai pada tahun
1989. (ii) Kumpulan yang menolak perjanjian damai MNLF-Manila berpisah dengan
MNLF lalu menubuhkan Moro Islamic Liberation Front (MILF) pada tahun 1984
dipimpin Ustaz Salamat Hashim.
7 (i) Zaini bin Haji Ahmad (1935-2015), Ketua Biro
Organisasi PRB. (ii) Ketika PRB digerakkan semula pada Tahun 1974, Zaini
dilantik memangku Wakil Presiden PRB sehingga beliau keluar dari PRB pada 1976.
8 Yasin Affandy (1922-2012), adalah Setiausaha Agung PRB.
Wakil Ketua Panitia Penubuhan Tentera Nasional Kalimantan Utara (TNKU),
merangkap Ketua Turus TNKU. Menjelang pemberontakan 8 Disember 1962 beliau
mengetuai Dewan General/Panitia Perang untuk melancarkan pemberontakan.
9 Autonomous Region in Muslim Mindanao (ARMM) diwujudkan
pada 1989 dengan penyertaan empat wilayah iaitu Maguindanao, Lanao del Sur,
Sulu dan Tawi-Tawi, kemudian diikuti oleh Basilan pada tahun 2001.
10 Muammar Gaddafi (1942-2011), menguasai Libya mulai 1969
sehingga kebangkitan ‘Arab Spring’ pada 2011.
11 ke PBB Julai 1975.
12 Fasa Ketiga perjuangan PRB,1973- 1984 berpangkalan di
Malaysia disokong oleh Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia kedua. Semasa
pentadbiran Tun Abdul Razak, beliau menarik balik sekatan persona non grata
ke atas A.M. Azahari yang dikenakan oleh rejim Tunku Abdul Rahman. Beliau
memberikan suaka politik kepada 10 orang pelarian politik Brunei yang melarikan
diri dari Kem Tahanan Berakas pada 12 Julai 1973. Tun Abdul Razak juga
membenarkan PRB beroperasi dari Malaysia berpejabat di 146, Jalan Gasing,
Petaling Jaya, Selangor, Malaysia. Malaysia di bawah pemerintahan Tun Abdul
Razak juga menjadi penaja utama resolusi PBB 3424(XXX) 8 Disember 1975 mengenai
kemerdekaan Brunei.
13 (i) Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj ibni Almarhum Sultan
Abdul Hamid Shah (1903-1990) merupakan Ketua Menteri Persekutuan Tanah Melayu
dari 1955-1957, dan Perdana Menteri Malaysia pertama sejak merdeka pada tahun
1957 hingga 1970. (ii) Pada Disember 1955 A.M. Azahari menemui Tunku Abdul
Rahman meminta sokongan beliau untuk menubuhkan parti politik di Brunei tetapi
tidak dilayan oleh Tunku Abdul Rahman, lantas A.M. Azahari beralih mendapatkan
sokongan daripada Parti Rakyat Malaya (PRM) dan Parti Islam SeMalaysia (PAS).
(iii) September 1961, awal April 1962 dan akhir Oktober 1962, Tunku Abdul
Rahman menemui A.M. Azahari bagi mendapatkan sokongan beliau ke atas rancangan
penubuhan Malaysia.
14 Tun Abdul Razak selaku pemimpin tertinggi Malaysia,
sebuah negara yang mempunyai sejarah hitam menghadapi ancaman komunis di Tanah
Melayu (1948-1960), Insurgensi Komunis Kedua (1968-1989) dan Insurgensi Komunis
Sarawak (1962-1990) pastinya amat peka dan sedar dengan pendirian politik A.M.
Azahari. Adalah sama sekali tidak masuk akal bagi Tun Abdul Razak untuk
menyokong dan menaja perjuangan seseorang yang berfahaman komunis. Ini
menunjukkan tuduhan komunis terhadap A.M. Azahari sekalipun bersumber daripada
Tunku Abdul Rahman, tidak mempunyai kredibiliti. Sebenarnya tuduhan demikian
hanyalah political expediency bagi pihak Persekutuan Tanah Melayu yang
memperjuangkan gagasan Malaysia ketika itu.
15 Tun Datuk Patinggi Haji Abdul Rahman bin Ya’kub (Ketua
Menteri Sarawak ke-3, 1970-1981) bersama Tun Datu Haji Mustapha bin Datu Harun
(Ketua Menteri Sabah ke-3, 1967-1975), (ditemani Yasin Affandy Setiausaha Agung
PRB) menemui A.M. Azahari sebagai wakil Tun Abdul Razak di Jakarta (awal 1974)
untuk menawarkan bantuan dan sokongan Malaysia kepada perjuangan kemerdekaan
dipelopori PRB. A.M. Azahari sedia menerima tawaran tersebut dengan pra-syarat
bahawa Malaysia mesti menerima beliau sebagai teman seperjuangan dan bukannya
sebagai seorang yang kalah perang. Pra-syarat ini spontan disambut baik oleh
kedua wakil Tun Abdul Razak tersebut sambil melafazkan ikrar setiakawan
(bai’ah).
16 Pramoedya Ananta Toer (1925-2006), seorang aktivis
sosial dan penulis. Pernah ditahan selama 14 tahun, di Pulau Nusakambangan
(1965-1969) dan Pulau Buru (1969-1979), Indonesia atas tuduhan terlibat dengan
gerakan Komunis.
17 Konfrontasi Indonesia-Malaysia, bermula 20 Januari 1963
dan tamat dengan perjanjian damai pada 11 Ogos 1966.
18 Abdul Haris Nasution (1918-2000), Jeneral Angkatan Darat
TNI, turut memegang jawatan Menteri Keamanan dan Pertahanan (1959-1966). Beliau
pernah menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September.
19 Subandrio (1914-2004), Menteri Luar Indonesia semasa pentadbiran
Presiden Sukarno (1957-1966). Dilucutkan jawatan selepas Gerakan 30 September
ditumpaskan dan dipenjara selama 29 tahun.
20 A.M. Azahari menentang dasar Konfrontasi Indonesia
terhadap Malaysia kerana Konfrontasi ditanggapi boleh mengaggalkan perjuangan
PRB/NKKU. A.M. Azahari memberi peringatan kepada Presiden Sukarno, “…jangan
dilihat Tunku Abdul Rahman itu pada misainya, tapi lihat siapa dibelakangnya.”
21 Ahmad Yani (1922-1965), Jeneral dan Komandan Angkatan
Darat TNI, turut menyandang jawatan Menteri dalam kabinet Sukarno. Beliau
komited untuk membantu A.M. Azahari. Kerana tegar anti komunisnya, beliau
dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September.
22 Tun Datuk Patinggi Haji Ahmad Zaidi Adruce bin Muhammed
Noor (1924-2000), menjawat Menteri Pertahanan NKKU (1963-1966). Tamat
Konfrontasi, beliau kembali ke Sarawak. 18 tahun kemudian dianugerahkan gelaran
Tun oleh Kerajaan Pusat Malaysia, gelaran paling tinggi di peringkat federal
dan gelaran Datuk Patinggi oleh Negeri Sarawak. Dilantik sebagai Yang di-Pertua
Negeri Sarawak dari 1985 hingga 2000.
23Jais Abas, Ketua Perwakilan NKKU di Indonesia dan Wakil
Menteri Luar NKKU (1963-1966), Wakil Sekgen PRB mulai 1974 ketika PRB
digerakkan semula berpangkalan di Kuala Lumpur.
24 Ibrahim Haji Yaakob (1910-1979), presiden dan pengasas
Kesatuan Melayu Muda (KMM). Beliau merupakan perintis dalam menentang kerajaan
penjajah British di Malaya. Matlamat KMM pimpinan beliau adalah mencapai
kemerdekaan bagi Malaya melalui penyatuan bersama Indonesia di bawah konsep Melayu
Raya/Indonesia Raya. Beliau kemudiannya berhijrah ke Indonesia.
25Mencelah dalam perbualan.
26 A.M. Azahari meminta bantuan ketenteraan dari Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di bawah seliaan Jeneral Ahmad Yani, bukan
daripada sebarang kumpulan sukarelawan.
27 (i) Prasangka yang dizahirkan oleh Subandrio terhadap
A.M. Azahari berkenaan Darul Islam memang ironis kerana Subandrio diketahui
mempunyai hubungan rapat dengan PKI. Jika benar A.M. Azahari seorang yang pro
komunis, perlu apa soal DI/TI itu ditimbulkan? (ii) Darul Islam/Tentera Islam
Indonesia (DI/TII) atau Negara Islam Indonesia (NII), sebuah gerakan Islamis
yang berjuang untuk menegakkan Negara Islam di Indonesia (1942-1962).
28 A. Satari, Brigadir Jenderal Angkatan Darat TNI.
29 Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) adalah surat
perintah yang ditandatangani oleh Presiden Sukarno pada 11 Mac 1966 yang
memberikan kuasa kepada Jeneral Suharto untuk mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu untuk mengembalikan keamanan di Indonesia ketika itu.
30 Datuk Harris bin Mohd Salleh merupakan Ketua Menteri
Sabah dari tahun 1976 hingga 1985. Beliau mempunyai pertalian keluarga di
Brunei yang rapat dengan keluarga A.M.Azahari.
31 Yang Berhormat Pehin Jawatan Dalam Seri Maharaja Dato
Seri Utama (Dr.) Haji Awang Mohd. Jamil Al-Sufri bin Begawan Pehin Udana Khatib
Dato Seri Paduka Haji Awang Umar, merupakan Pengetua Pusat Sejarah Brunei dan
ahli dilantik di dalam Majlis Mesyuarat Di-Raja.
32 Brunei tidak pernah menerima hakikat Penaungan (protectorate)
itu sebagai Penjajahan, sebaliknya bagi PRB Penaungan itu bermakna Penjajahan,
justeru ditanggapi seolah-olah perisytiharan Kemerdekaan Brunei oleh Kebawah
DYMM Sultan Haji Hassanal Bolkiah pada 1 Januari 1984 itu sebagai periystiharan
sebelah pihak.
33 (i) Pilihanraya berlangsung pada 30 Ogos 1962. (ii) Ada
dua kali pertemuan antara Tunku Abdul Rahman dan A.M.Azahari pada tahun 1962,
iaitu awal April 1962 dan akhir Oktober 1962.
34 Kronologi ringkas sejarah peluasan kuasa asing di
Sarawak dan Sabah: (i) Pada 24 Januari 1841, James Brooke dilantik sebagai Raja
Sarawak oleh Pangeran Muda Hashim. Dengan itu, James Brooke telah memulakan
pemerintahan Raja Putih di Sarawak. Selepas mendapatkan kebenaran Sultan Brunei
untuk meletakkan Mukah di bawah kuasanya, James Brooke telah mendirikan kota di
Sarikei dengan alasan untuk menjaga keamanan di situ. Antara tahun 1853-1861,
Sultan Brunei terpaksa menyerahkan beberapa kawasan kepada James Brooke,
antaranya ialah Sungai Sadong, Saribas, Rajang, Semarahan, Krian, Sekrang dan
kawasan dari Rajang hingga Tanjung Kidurong. Pada tahun 1890, Sultan Brunei
telah menyerahkan wilayah Limbang kepada Raja Charles Brooke sebagai balasan
kerana beliau mewujudkan keamanan di wilayah tersebut. (ii) Sebelum British
bertapak di Sabah, ia dikuasai oleh dua pihak iaitu bahagian barat Sabah
terletak di bawah Kesultanan Brunei dan bahagian Timur Sabah dikuasai oleh
Kesultanan Sulu. Pada 29 Disember 1877 Sultan Abdul Momin (Brunei) telah
menandatangani perjanjian penyerahan wilayah takluk Brunei dan melantik Baron
de Overbeck sebagai Maharaja Sabah, Raja Gaya dan Sandakan. Manakala Sultan
Jamalalulazam (Sulu) melantik Baron de Overbeck sebagai Dato Bendahara dan Raja
Sandakan pada 22 Januari 1878.
35 A.M. Azahari mengemukakan 17 perkara kepada Tunku Abdul
Rahman sebagai syarat PRB menyokong kemasukan Brunei ke dalam gagasan Malaysia.
17 FASAL yang dikemukakan oleh A.M. Azahari adalah berikut: (1) Sebelum
memasuki Persekutuan Malaysia, Brunei, Sabah dan Sarawak dijadikan sebuah negara
Kesatuan yang dikenali Negara Kesatuan Kalimantan Utara (NKKU) yang merdeka dan
berdaulat terlebih dahulu dan menobatkan Kebawah DYMM Sultan Omar Ali
Saifuddien menjadi Kepala Negara dengan gelaran Seri Mahkota NKKU. (2)
Mengadakan Pemilu (Pilihan Raya) yang bebas dan demokratik untuk memilih wakil
rakyat dalam Parlimen Kalimantan Utara untuk membentuk pemerintahan. (3) NKKU
meminta 35-40 peratus anggota Parlimen Federasi adalah dari NKKU. (4)
Undang-Undang kewarganegaraan yang sangat sensitif harus dirombak dan diganti
dengan undang-undang yang baharu, dalam garis besarnya, terdiri daripada: (i)
Kerakyatan Asli, (ii) Kerakyatan secara Naturalisation, dan (iii)
Kerakyatan secara Permohonan. (5) Dalam Kabinet Persekutuan 30-40 peratus
anggota Kabinet hendaklah terdiri daripada perwakilan NKKU. (6) 30-40 peratus
pos diplomatik hendaklah diisi oleh wakil dari NKKU. (7) 30-40 peratus Wakil
anggota Parlimen dari Kalimantan Utara ke Federal hendaklah dipilih melalui
sistem Collegiate dan tidak dipilih secara Direct Election. (8)
Bangsa dan Bahasa Kebangsaan Malaysia adalah Melayu. (9) Internal Security,
hak Pemerintahan NKKU dan Internal Immigration ditentukan oleh
Pemerintah NKKU. (10) Undang-Undang Perpajakan dan Revenue NKKU terletak
di bawah kekuasaan Pemerintah NKKU. (11) Industri dan Perdagangan NKKU adalah
di bawah pemerintah NKKU. (12) Sistem Pengadilan (mahkamah) adalah hak
pemerintah NKKU. (13) Pemerintah NKKU akan mengadakan perundingan dengan
pemerintah Federal mengenai pemberian beberapa Puluh Persen State
Revenue untuk Federal. (14) Mewujudkan kerjasama dari segi
Pendidikan antara State (NKKU) dan Federal. (15) Demi menjaga
kepentingan bersama, saling menghormati, dan saling mengerti, adalah sebaiknya
diadakan perundingan (mengenai cadangan penubuhan persekutuan Malaysia) antara
wakil Malaya, Kalimantan Utara, Indonesia dan Filipina, bagi menjaga
sensitiviti masing-masing agar tidak saling mencurigai. (16) Agenda perundingan
(seperti perkara ke 15) sebaiknya diatur bagi perkara yang menyentuh kepentingan
bersama dalam soal: (i) Security, (ii) Ekonomi, (iii) Kerakyatan, (iv) Immigration,
dan (v) Perbatasan. (Sebab Indonesia, Malaysia dan Filipina adalah daripada
satu rumpun bangsa dan mempunyai perbatasan yang sama dengan Malaysia). (17)
Anggota Parlimen daripada NKKU hendaklah duduk bersama wakil UMNO di Parlimen
Federal.
No comments:
Post a Comment